SUHU DAN KALOR
A. Suhu dan Pemuaian
1. Suhu
Secara sederhana suhu didefinisikan sebagai derajad panas
dinginnya suatu benda. Ada beberapa sifat benda yang berubah apabila benda itu dipanaskan,
antara lain adalah warnanya, volumnya, tekanannya dan daya hantar listriknya.
Sifat-sifat benda yang berubah karena dipanaskan disebut sifat termometrik.
Untuk menyatakan suhu suatu benda secara kuantitatif diperlukan
alat ukur yang disebut termometer. Ada beberapa jenis termometer dengan
menggunakan konsep perubahan-perubahan sifat karena pemanasan. Pada thermometer
raksa dan termometer alkohol menggunakan sifat perubahan volum karena
pemanasan. Ada beberapa termometer yang menggunakan sifat perubahan volum
karena pemanasan, antara lain: Celcius, Reamur, Fahrenheit dan Kelvin.
Gambar
2.1 Beberapa macam Termometer
Dari
ketentuan tersebut diperoleh perbandingan skala dari keempat termometer tersebut
sebagai berikut:
C :
R : (F - 32)
: (K - 273) = 5 :
4 : 9 : 5
Hubungan
antara termometer Celcius dan Kelvin secara khusus dapat dinyatakan:
toC = (t +
273) K atau tK = (t - 273) oC
Secara
umum hubungan termometer yang satu dengan yang lain adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Perbandingan skala
termometer secara umum
Contoh:
Sebuah
termometer x setelah ditera dengan termometer Celcius di dapat 40oC
= 80oX dan 20oC = 50oX. Jika suhu sebuah benda
80oC, maka berapa ox suhu benda tersebut?
Penyelesaian:
Diketahui: 40oC =
80oX
20oC = 50oX
Ditanya: 80oC =
... oX
Jawab :
2. Pemuaian
Pada umumnya semua zat memuai jika dipanaskan, kecuali air pada
suhu di antara 0oC dan 4oC volumnya menyusut. Pemuaian
zat umumnya terjadi ke segala arah, ke arah panjang, ke arah lebar dan ke arah
tebal. Namun pada pembahasan tertentu mungkin kita hanya memandang pemuaian ke satu
arah tertentu, misalnya ke arah panjang, sehingga kita hanya membahas pemuaian panjang.
Untuk zat cair karena bentuknya tidak tentu maka kita hanya membahas pemuaian
volumnya. Untuk itu mari kita bahas pemuaian pada zat padat, zat cair dan zat
gas.
a.
Pemuaian
Zat Padat
Karena
bentuk zat padat yang tetap, maka pada pemuaian zat padat dapat kita bahas
pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volum.
1). Pemuaian panjang
Pemuaian
panjang disebut juga dengan pemuaian linier. Pemuaian panjang zat padat berlaku
jika zat padat itu hanya dipandang sebagai satu dimensi (berbentuk garis). Untuk
pemuaian panjang digunakan konsep koefisien muai panjang atau koefisien muai
linier yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang
zat dengan panjang mula-mula zat, untuk tiap kenaikan suhu sebesar satu satuan
suhu. Jika koefisien muai panjang dilambangkan dengan α dan pertambahan panjang
ΔL, panjang mula-mula Lo dan perubahan suhu ΔT maka koefisien muai panjang
dapat dinyatakan dengan persamaan:
Sehingga satuan dari α adalah 1/K atau K-1
Dari persamaan di atas diperoleh pula
persamaan:
ΔL
= α . Lo . ΔT, dimana ΔL = Lt-Lo
Sehingga Lt-Lo = α . Lo . ΔT atau Lt = Lo + α .
Lo . ΔT
Lt
= Lo . (1 + α . ΔT), Lt= panjang batang pada suhu t
2). Pemuaian
Luas
Jika
zat padat tersebut mempunyai 2 dimensi (panjang dan lebar), kemudian dipanasi
tentu baik panjang maupun lebarnya mengalami pemuaian atau dengan kata lain
luas zat padat tersebut mengalami pemuaian. Koefisien muai pada pemuaian luas
ini disebut dengan koefisien muai luas yang diberi lambang β.
Analog
dengan pemuaian panjang, maka jika luas mula-mula Ao, pertambahan luas ΔA dan
perubahan suhu ΔT, maka koefisien muai luas dapat dinyatakan dengan persamaan:
atau ΔA=
β . Ao . ΔT
ΔA= At –
Ao sehingga At – Ao = β . Ao . ΔT
At = Ao . (1 + β . ΔT)
At =
luas zat padat pada suhu t
Berdasarkan
penurunan persamaan pemuaian luas, diperoleh nilai β = 2α.
3). Pemuaian Volum
Zat
padat yang mempunyai bentuk ruang, jika dipanaskan mengalami pemuaian volum.
Koefisien pemuaian pada pemuaian volum ini disebut dengan koefisien muai volum
atau koefisien muai ruang yang diberi lambang γ. Jika volum mula-mula Vo,
pertambahan volum ΔV dan perubahan suhu ΔT, maka koefisien muai volum dapat
dinyatakan dengan persamaan:
atau ΔV = γ . Vo . ΔT
ΔV = Vt-Vo sehingga Vt - Vo = γ . Vo .
ΔT
Vt
= Vo . (1 + γ . ΔT)
Vt
= volum zat padat pada suhu t
γ
= 3α
b.
Pemuaian
Zat Cair
Pada
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada umumnya setiap zat memuai
jika dipanaskan, kecuali air jika dipanaskan dari 0oC sampai 4oC,
menyusut. Sifat keanehan air seperti itu disebut anomali air. Grafik anomali
air seperti terlihat pada gambar 4.7. berikut.
|
Gambar
2.3 Grafik anomali air
Karena
pada zat cair hanya mengalami pemuaian volum, maka pada pemuaian zat cair hanya
diperoleh persamaan
Vt = Vo
. (1 + γ . ΔT)
ΔV = Vo
. γ . ΔT
Contoh Soal:
Sebuah
bejana tembaga dengan volum 100 cm3 diisi penuh dengan air pada suhu
30oC. Kemudian keduanya dipanasi hingga suhunya 100oC.
Jika α tembaga = 1,8 . 10-5/oC dan γ air = 4,4 .10-4/oC,
berapa volum air yang tumpah saat itu?
Dik : Vo
tembaga = Vo air = 100 cm3
Δt = 10oC - 30oC
= 70oC
α tembaga = 1,8 . 10-5/oC
(γ tembaga = 5,4 . 10-5/oC)
γ air = 4,4 .10-4/oC
Dit : V
= ...?
Jawab:
Vt = Vo
(1 + γ . Δt)
Vt = 100
(1 + 5,4 . 10-5 . 70)
Vt =
100,378 cm3
Untuk
air
Vt = Vo
(1 + γ . Δt)
Vt = 100
(1 + 4,4 . 10-5 . 70)
Vt =
103,08 cm3
Jadi V
air yang tumpah = Vt air – Vt tembaga
=
103,08 – 100,378
= 2,702
cm3
c.
Pemuaian
Gas
Jika
gas dipanaskan, maka dapat mengalami pemuaian volum dan dapat juga terjadi
pemuaian tekanan. Dengan demikian pada pemuaian gas terdapat beberapa
persamaan, sesuai dengan proses pemanasannya.
1.
Pemuaian
volum pada tekanan tetap (Isobarik)
Pada tekanan tetap, volum gas sebanding dengan suhu mutlak gas
itu. Pernyataan
itu disebut hukum Gay-Lussac.
Secara
matematik dapat dinyatakan: V ~ T atau
2.
Pemuaian
tekanan gas pada volum tetap (Isokhorik)
Pemuaian
tekanan gas tersebut sebanding dengan kenaikan suhu gas. Jadi, pada volum tetap
tekanan gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Pernyataan itu disebut juga
dengan hukum Gay-Lussac. Secara matematik dapat dinyatakan:
P ~ T
atau
3.
Pemuaian
volum gas pada suhu tetap (Isotermis)
Pada
suhu tetap, tekanan gas berbanding terbalik dengan volum gas. Pernyataan itu disebut
hukum Boyle. Salah satu penerapan hukum Boyle yaitu pada pompa sepeda. Dari
hukum Boyle tersebut diperoleh:
P
. V = tetap atau P1 . V1 = P2 . V2
Jika
pada proses pemuaian gas terjadi dengan tekanan berubah, volum berubah dan suhu
berubah maka dapat diselesaikan dengan persamaan hukum Boyle - Gay Lussac,
dimana:
Contoh Soal:
Gas
dalam ruang tertutup mempunyai tekanan 1 cmHg. Jika kemudian gas tersebut
ditekan pada suhu tetap sehingga volum gas menjadi ¼ volum mula-mula, berapa
tekanan gas yang terjadi?
Dik : P1
= 1 atm
V2 = ¼ V1
Dit : P2
= ...?
Jawab:
P1
. V1 = P2 . V2
1 . V1
= P2 . ¼ V1
P2
= 4 atm
B.
Hubungan
Kalor dengan Suhu benda dan Wujudnya
Pernahkah Anda
minum es teh, es susu, atau es strop? Pada saat membuat es teh, biasanya kita
mencampur air panas atau air hangat yang ada di dalam gelas dengan es batu. Air
panas atau air hangat memiliki suhu yang lebih tinggi, sebaliknya es batu
memiliki suhu yang lebih rendah. Setelah bersentuhan beberapa saat, campuran es
batu dan teh panas pun berubah menjadi es teh (campuran es batu dan teh hangat
telah mencapai suhu yang sama).
Gambar 2.4 Pengaruh kalor terhadap suhu benda
Proses yang sama
terjadi ketika kita mencampur air panas dengan air dingin. Setelah bersentuhan,
air panas dan air dingin berubah menjadi air hangat. Meng&pa bisa terjadi
seperti itu? Mengapa setelah bersentuhan benda-benda tersebutbisa mencapai suhu
yang sama?
1.
Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat
Kalor yang diterima oleh suatu benda di antaranya digunakan untuk
menaikkan suhu benda tersebut, sehingga suhunya makin lama makin naik.
Sebaliknya, apabila suatu benda melepaskan kalor yang dimilikinya, maka suhunya
makin lama makin turun. Jumlah kalor yang diserap atau dilepas oleh suatu zat (Q)
sebanding dengan massa zat (m), kalor jenis zat (c), dan kenaikan atau
penurunan suhu zat (At) tersebut.
Kalor jenis (c) zat didefinisikan sebagai bilangan yang menyatakan
banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg (atau 1 gram) zat
agar suhunya naik sebesar 1°C. Misalnya kalor jenis
air adalah 1000 kal/ kg °C atau 1 kal/gram °C atau 4200 J/kg °C. Sehingga
banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan:
Q
= kalor yang dibutuhkan (kalori atau joule)
m
= massa zat (kg atau gram)
c
= kalor jenis zat (kkal/kg °C atau kal/gram °C)
At = kenaikan atau penurunan suhu zat (°C)
Selain kalor
jenis zat, dikenal pula istilah kapasitas kalor zat. Kapasitas kalor (C) zat
didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan zat agar suhunya naik 1 ° C. Kapasitas kalor dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
C = kapasitas
kalor (J/°C)
Q = kalor yang dibutuhkan (J)
At = perubahan suhu (°C)
c = kalor jenis
(J/kg °C)
2. Kalor Dapat Mengubah Wujud Zat
Apabila kalor yang diberikan kepada benda atau zat dilakukan
secara terus-menerus, maka suhunya makin tinggi dan suatu saat kalor yang
diberikan tersebut dapat mengubah wujud atau bentuk zat tersebut. Misalnya yang
dari padat menjadi cair atau dari cair menjadi gas. Itulah alasan mengapa kalor
dinyatakan sebagai salah satu bentuk dari energi, yaitu karena kalor dapat
melakukan kerja berupa menaikkan suhu dan merubah wujut zat atau benda.
Perubahan wujud zat akibat penambahan ataupun pengurangan kalor
terhadapnya dapat dibuat bagan sebagai berikut:
Keterangan:
(1) mencair
(2) menyublim
(3) menguap
(4) membeku
(5) menyublim
(6) mengembun
a. Penguapan dan pengembunan
Penguapan rnerupakan perubahan wujud dari zat cair menjadi gas
disertai dengan penyerapan kalor
(membutuhkan kalor).
Sebaliknya, pengembunan adalah peristiwa perubahan wujud dari gas
menjadi zat cair yang disertai dengan pelepasan kalor. Faktor-faktor yang dapat
mempercepat terjadinya peristiwa penguapan di antaranya adalah:
pemanasan,memperluas permukaan penguapan, meniupkan udara di atas permukaan zat
cair, dan mengurangi tekanan pada permukaan. Zat cair dikatakan mendidih jika
gelembung-gelembung uap terjadi di dalam seluruh zat cair dan dapat
meninggalkan zat cair. Pada saat mendidih, suhu suatu zat bersifat tetap. Suhu
di mana ketika zat cair berubah menjadi uap disebut titik didih. Tltik didih
suatu zat dipengaruhi oleh tekanan dan ketidakrnurnian zat. Makin besar tekanan
yang diberikan, makin tinggi pula titik didihnya. Sebaliknya, makin kecil
tekanan yang diberikan, makin rendah pula titik didihnya. Demikian pula
ketidakmurnian zat, makin banyak campuran yang diberikan pada zat cair, maka
makin tinggi titik didihnya. Banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk mengubah 1
gram zat cair pada titik didihnya agar berubah menjadi uap seluruhnya disebut
dengan kalor uap. Demikian pula kalor embun didefmisikan sebagai banyaknya
kalor yang dilepaskan untuk mengubah 1 gram uap pada titik embunnya agar
berubah menjadi cair. Besarnya kalor uap sama dengan kalor embun, sering pula
disebut sebagai kalor laten penguapan atau pengembunan (U). Banyaknya kalor
untuk penguapan atau pengembunan dapat diketahui dengan rumus:
Keterangan:
Q = kalor penguapan atau pengembunan (J)
m = massa zat (kg)
U = kalor laten penguapan dan pengembunan
(J/kg)
b. Melebur dan membeku
Melebur
adalah perubahan wujud zat padat menjadi zat cair. Misalnya: balok es berubah
menjadi air. Pada peristiwa peleburan dibutuhkan kalor. Sebaliknya, membeku
adalah perubahan wujud dari zat cair menjadi zat 'padat disertai dengan
pelepasan kalor. Misalnya perubahan air menjadi es.
Suhu zat
pada saat terjadi peleburan disebut sebagai titik lebur. Titik lebur es adalah
0°C, artinya balok es akan mulai berubah menjadi
es saat suhunya mencapai 0 °C. Sedangkan titik beku adalah titik di mana zat
cair mulai mengalami pembekuan. Besarnya titik beku dan titik lebur pada zat
yang sama, besarnya adalah sama. Dengan demikian titik beku air juga sebesar 0
°C. Jadi pada saat suhu air telah mencapai 0 °C, maka air akan mulai berubah
wujud menjadi padat. Kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan 1 gram zat padat
menjadi 1 gram zat cair pada titik leburnya disebut sebagai kalor lebur.
Sebaliknya, kalor yang dilepaskan pada waktu 1 gram zat cair berubah menjadi 1
gam zat padat pada titik bekunya disebut kalor beku. Besarnya kalor lebur. dan
kalor beku untuk zat yang sama, besarnya ternyata juga sama. Besarnya kalor yang
dibutuhkan saat peristiwa peleburan atau pembekuan dapat dirumuskan:
Keterangan:
Q = kalor yang dibutuhkan (J)
m = massa benda yang berubah wujud (kg)
L = kalor lebur/kalor beku (J/kg)
Seperti
halnya dengan titik didih, titik lebur juga dipengaruhi oleh tekanan dan ketidakmurnian zat. Jika tekanan pada zat dinaikkan, maka titik -lebur zat akan naik. Sebaliknya, jika tekanan pada zat
diturunkan, maka titik leburnya
akan turun pula. Demikian pula dengan
ketidakmurnian zat, bila es dicampur dengan
garam, maka titik leburnya akan turun dibawah 0 °C.
c. Menyublim
Menyublim adalah
perubahan wujud dari
zat padat menjadi gas tanpa melalui fase cair atau Sebaliknya, dari gas menjadi zat padat. Pada saat terjadi perubahan zat padat menjadi gas membutuhkan kalor (menyerap kalor). Sebaliknya, saat gas berubah menjadi zat padat diiepaskan kalor. '"Contoh zat yang dapat menyublim adalah kapur barus, yodium, dan naftalin.
Contoh soal :
Berapakah kalori
kalor yang diperlukan untuk memanaskan 2 liter air dari 30oC menjadi
80oC jika massa jenis air = 1 gram/cm3 dan kalor jenis
air = 1 kal/groC?
Dik : V = 2 liter
= 2 . 103 cm3
Δt = 80oC – 30oC
= 50oC
ρ = 1 gram/cm3
c = 1 kal/groC
Ditanya: Q = ...?
Jawab:
m = ρ . V = 1 x 2
x 103 = 2 . 103 gram
Q = m . c . Δt
Q = 2 . 103
. 1 . 50
Q = 105 kalori
C. Azas Black
Pengukuran kalor yang dilepas dan diterima ketika dua benda yang
suhunya berbeda kemudian dicampur menjadi satu pertama kali dilakukan oieh
ilmuwan berkebangsaan Inggris yang bernama Joseph Black (1720-1799).
Dari hasil pengukurannya, Joseph Black menyatakan bahwa:
"Kalor yang diterima oleh suatu benda sama dengan kalor yang
dilepas oleh benda lain".
Pernyataan ini dikenal dengan istilah azas Black. Azas
Black ini merupakan bentuk dari hukum kekekalan energi, yaitu jumlah seluruh
energi tidak berubah. Secara matematis azas Black dapat dituliskan sebagai
berikut:
Contoh Soal:
Sebuah kalori meter dengan kapasitas 80 J/oC mula-mula
diisi dengan 200 gram air dengan suhu 100oC. Kemudian ke dalam
kalorimeter dimasukkan lagi sebuah logam yang bermassa 100 gram dengan suhu 40oC.
Setelah tercapai kesetimbangan termal diperoleh suhu akhir campuran 60oC.
Berapakah kalor jenis logam tersebut? (kalor jenis air = 1 kal/groC).
Dik : CK = 80 j/oC = 19,2 kal/oC tL = 400oC
ma = 200 gram Ca = 1 kal/hgroC
ta = tk = 100oC
t = 60oC mL = 100 gram
|
Jawab:
Kalor yang
dilepaskan oleh:
Kalori
meter
Q1
= CK . Δt
Q1 =
19,2 . (10-60) = 768 kal.
air
Q2
= ma . Ca . Δt
Q2
= 200 . 1 . (100-60)
= 8000 kal
Kalor yang
diserap logam:
Q3
= mL . CL . Δt
Q3
= 100 . CL . (60-40)
= 2000 CL
Azas Black:
Q1
+ Q2 = Q3
768 + 8000 =
2000 CL
8768 = 2000
CL
CL
= 4,384 kal/groC
D. Perpindahan
Kalor
Kalor dapat berpindah dari satu benda ke benda lain. Secara
alamiah kalor berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah. Jika sebaliknya, yaitu dari benda bersuhu rendah ke benda bersuhu
tinggi, tidak mungkin terjadi, kecuali dengan perantara alat tertentu. Misalnya
pada lemari es (refrigerator). Di sini, kalor berpindah dari benda bersuhu
rendah ke benda bersuhu tinggi dengan menggunakan bantuan freon.
Terdapat tiga macam cara perpindahan kalor, yaitu konduksi (untuk
zat padat), konveksi (untuk zat cair dan gas), serta radiasi.
1.
Konduksi atau Hantaran
Perpindahan kalor ' secara konduksi adalah perpindahan kalor yang
tidak disertai dengan perpindahan partikel-partikel zatnya. Perpindahan secara
konduksi terjadi pada zat padat, ferutama pada logam. Misalnya
sebatang besi dipanaskan pada salah satu ujungnya, sedangkan ujung yang lain
dipegang. Tidak lama kemudian, ujung yang dipegang juga akan terasa panas. Hal
ini membuktikan bahwa kalor menjalar dari ujung yang dipanaskan hingga sampai ujung
yang dipegang.
Selama kalor menjalar pada besi, tidak ada partikel besi yang ikut
berpindah. Api mula-mula memberikan kalor kepada ujung besi yang dipanaskan.
Partikel-partikel besi pada ujung besi memberikan kalor pada partikel lain yang
berdekatan tanpa disertai perpindahan partikel tersebut, begitu seterusnya
sampai pada ujung lain yang dipegang.
Proses perpindahan panas dengan cara konduksi sangat erat
hubungannya dengan pemindahan energi kinetik suatu molekul ke molekul yang
berdekatan karena terjadi tumbukan. Oleh karena terjadinya peristiwa , tumbukan
antarpartikel jnilah, maka terjadi perpindahan energi kinetik yang berupa aliran
kalor dari ujung penghantar satu ke ujung penghantar yang lain.
Banyaknya kalor yang mengalir pada suatu benda secara konduksi
bergantung pada waktu terjadinya aliran, luas bidang tempat terjadinya aliran,
gradien suhu, dan jenis zat, di mana peristiwa konduksi itu terjadi. Besarnya
kalor yang mengalir secara konduksi dapat dirumuskan:
Keterangan:
Q = jumlah kalor yang berpindah secara
konduksi
k
= koefisien konduksivitas termal
t = selang waktu
berlangsungnya aliran kalor
ΔT = T1 - T2 =
perbedaan suhu antara dua permukaan
sejajar
T1 = permukaan bersuhu tinggi
T2
= permukaan bersuhu rendah
l = jarak antarpermukaan
A = luas penampang bahan tempat kalor
mengalir
Contoh Soal:
Sebatang besi berbentuk
silinder dengan luas penampang 10 cm2 dan panjang 50 cm. Pada
ujung-ujung besi tersebut mempunyai beda suhu 2oC. Jika koefisien
konduksi besi 4,6 . 10-3 KJ/m.soC, berapakah besar
rambatan kalor tiap detik pada besi tersebut?
Dik : A = 10 cm2
= 10-3 m2
L = 50 cm = 0,5 m
ΔT = 2oC
K = 4,6 . 10-3 KJ / m.s oC
Jawab :
|
2.
Konveksi atau Aliran
Konveksi adalah perpindahan kalor pada
suatu zat yang disertai dengan perpindahan partikel-pa rtikelnya. Perpindahan
kalor secara konveksi disebabkan oleh perbedaan massa jenis zat. Kalor yang
diberikan pada suatu zat menyebabkan perbedaan massa jenis bagian zat yang
sudah panas dengan bagian zat yang masih dingin. Bagian zat yang panas memiliki
massa jenis yang lebih kecil dibanding dengan bagian zat yang masih dingin,
sehingga terjadilah aliran partikel dari bagian zat yang sudah panas menuju ke
bagian zat yang masih dingin.
Zat yang mengalami perpindahan kalor
secara konveksi adalah zat cair (misalnya air yang direbus) dan gas (udara
panas). Banyaknya kalor yang merambat secara konveksi tiap satu satuan waktu
dirumuskan:
Keterangan:
Q = jumlah kalor yang berpindah tiap
waktu
H = koefisien konveksi termal
ΔT = T1 - T2 =
perbedaan suhu antara dua tempat aliran zat
A = luas penampang aliran
3.
Radiasi atau Pancaran
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa memerlukan zat
perantara^(medium). Perpindahan kalor secara radiasi hanya terjadi pada gas dan
pada ruang hampa udara. Misalnya: sinar matahari sampai ke bumi dengan cara
radiasi, sebab di antara matahari dan bumi terdapat ruang hampa udara, sehingga
tidak mungkin terjadi perpindahan kalor secara konduksi maupun konveksi.
Demikian pula jika berada di dekat perapian akan merasakan hangat karena
terdapat kalor yang diradiasikan dari tungku pemanas kepada lingkungan
sekitarnya.
Bila radiasi datang pada suatu benda, maka benda tersebut akan
meneruskan, memantulkan, atau menyerap kalor yang mengenainya. Benda yang
meneruskan kalor radiasi sering disebut diaterman, misalnya udara. Sedangkan
benda yang menyerap kalor radiasi disebut aterman, misalnya kaca dan air.
Besarnya energi yang dipancarkan suatu benda bersuhu T tiap satu
satuan luas, tiap satu satuan waktu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : W = energi kalor tiap satuan luas tiap
satuan waktu (Watt/m2 K)
e = emisivitas, besarnya tergantung sifat permukaan benda.
τ = konstanta stefan - Boltzman = 5,672.10-8 watt m-2
K-4
T = suhu mutlak (K)
Catatan: Untuk benda hitam e = 1
Untuk benda bukan hitam 0 < e < 1
Contoh
Soal :
Sebuah
benda hitam pada saat dipanaskan sampai suhu 27oC memancarkan energi
10 joule. Berapakah energi yang dipancarkan oleh benda hitam tersebut jika
dipanaskan sampai 127oC?
Dik : T1 = (27 +
273)K = 300 K
W1 = 10 joule
T2 = (127 + 273) K = 400 K
Dit : W2 = ...?
Jawab:
0 Komentar